Selasa, 05 November 2013

Analisis kepatuhan syariah terhadap produk berbasis syariah.




Syariah merupakan system hukum yang tak bisa terbantahkan bagi seorang muslim, sebagi wujud penghambaan pada perintah Allah dan ketundukkan nya kepada islam. Namun, kadangkala ada kontradiksi antara kepatuhan pada syariah dengan produk syariah di perbankan islam. Padahal, semestinya perhatian terhadap prinsip syariah pada sebuah perusahaan dan entitas syariah, haruslah didahulukan lebih awal. Baru kemudian berpindah pada fokus pengembangan dan reputasi. Kenyataannya bahwa, sekarang ini perbankan konvensional mengklaim dirir mereka bahwa mereka lebih baik dan memiliki track record yang terpercaya dalam memberikan keuntungan bagi nasabah. Terlebih lagi, mereka memiliki dukungan dan sokongan dana yang cukup kuat dan telah mengakar dalam perekonomian. Maka untk melihatnya, bisa dibandingkan total aset bank islam terbesar saat itu di tahun 2007, yaitu Meli Iran sebesar $34 Miliar dan bank Al Rajhi yaitu sebesar $33,4 Milliar, akan terlihat perbanfingan yang jauh. Sebaliknya, bank konvensional terbesar yaitu Royal Bank Of Scotland dengan total asset di tahun 2007 hampir mencapai $ 4 triliyun, diikuti kemudian Deutsche Bank, BNP Paribas, Barclays, HSBC, Credit Agricole, Citigroup, dan UBS yang memiliki asset melebihi $2 triliyun.
Prinsip ekonomi islam:
1.      Prinsip tidak berlebih-lebihan (I’tidal)
2.      Prinsip efisiensi (al-kifayah)
3.      Prinsip keadilan sosial (al-‘adalah al-ijtima’iyyah)
Kini, produk syariah telah memenuhi neraca bisnis bank konvensional. Namun, patut diperhatikan bahwa prinsip bagi hasil itu berbeda dengan riba murni yang berasal dari pembiayaan. Karena ternyata, banyak bank konvensional yang berinovasi dengan menciptakan produk syariah dengan cara perolehan konvensional. Sehingga nilai-nilai syariah tidak benar-benar dijaga dalam praktiknya. Produk buatan yang terlihat lebih menguntungkan dan menarik bagi investor atau nasabah untuk berinvestasi di perbankan konvensional. Dengan kata lain, akhirnya perbankan syariah yang harus berpayung pada prinsip syariah, sering tejebak dalam persimpangan jalan karena mereka harus lebih memutar otak agar memiliki produk yang lebih mampu bersaing dengan produk perbankan konvensional yang mampu dilirik calon nasabah maupun investor. Bahkan akhirnya, membuat bank syariah melupakan prinsip kepatuhan syariah. Maka, harus diungungkapkan bahwasannya diperlukan pemurnian institusi syariah selain memperbaiki produk mereka, namun juga cara pandang mereka melihat pandangan syariah. Baik yang sesuai dengan prisip kepatuhan syariah yaitu objek barang yang halal dan pembagian hasil yang sesuai dengan prisip syariah.
Peningkatan produk dan peningkatan pembiayaan syariah
Syariah adalah suatu konep hukum yang berasaskan quran dan sunnah, yang didalamnya sudah mengatur politik, ekonomi, dan hubungan bersosial. Syariah memiliki dua sisi yang bersebrangan “wahyu dan akal”. Oleh karenanya, dalam pengambilan hukum syariat jelas diperlukan dua sisi tersebut yang saling menyokong, wahyu yang menyampaikan aturan dan akal yang mempercayai dan mengamlkannya dalam kehidupan.
Syariat islam bersandar pada tuntunan hidup yang tertuang dan tertulis dalam alquran dan telah diamalkan oleh rasulullah dalam sunnah. Proses interpretasi pada hal-hal yang tak diatur dalam quran dan sunnah disebut  ijtihad, dan hasil dari ilmu dalam memhami proses ijtihad ini adisebut fiqh, yang mana berbeda dari jalan syariah, dimana wahyu yang berdasar pada kebijaksanaan manusia berdasar pada ketidak pantasan dan kepantasan, yang  terbangun sesuai dengan wahyu. Ibnu taimiyah pernah berfatwa dalam legalitas sewa-menyewa, dimana didalamnya merefleksikan bagaimana suatu instrument dapat diperkenalkan dan bagaimana cara mendapatkan barang tersebut. Karenanya, asumsi daripada tiap kontrak pun turut dirubah oleh syariat dengan mengenalkannya pada kosep yang mungkin sekilas terlihat tak jauh beda,  namun prinsip dasar dan tujuannya yang membedakan. Seperti pada kasus perdagangan, pernbankan, pembiayaan, asuransi, pasar modal Oleh karenanya, pengembangan dan perluasan produk syariah dituntut untuk kembali bertujuan pada tiga hal berikut :
1.      Istihsan (modal)
2.      Maslahah (kepentingan bersama)
3.      ‘urf (adat istiadat)
Contoh saja Istihsan yang dahulu adalah Ba’i salam, dimana kontrak tersebut menunda kedatangan barang, namun berlawanan dengan ‘aqd yang mana haruslah menghadirkan objek barang pada saat itu juga. Menurut madzhab Hanafi Istihsan dibolehkan namun, kebolehan ini hanya pada konteks tertentu. Seperti contoh, praktek Istihsan pada perbankan syariah adalah bagaimana memberikan bagi hasil pada pemilik modal. Dalam prinsipnya, dividen haruslah berdasarkan nilai modal yang sesuai bagi tiap pemilik modal. Akan tetapi, pemberian rasio dividen biasanya berdasar pada harga awal, bukan dari harga pasar dimana saat dividen tersebut diakui oleh perusahaan. Inilah dasar dari prinsip akuntansi yang menghadirkan akad syariah seperti Mudarabah dan Musyarakah. Akad ini dinilai lebih mudah diaplikasikan dan nyaman untuk digunakan di pasar saham. Prisip lainnya yang menghadirkan diperbolehkan suatu akad syariah adalah Maslahah. Seperti contoh, persetujuan penjualan dan pembelian adalah berdasar prinsip Maslahah, dimana syariah mendukung adanya konsep penjagaan atau yang bisa disebut konsep Maqoshid Syariah. Dari sini dimaksudkan, bahwa pengembangan suatu produk haruslah berdasarkan faktor-faktor yang saling mendukung yaitu kebutuhan pembeli, syarat yang terpenuhi, dan revolusi industri lain.
Kombinasi kontrak penjualan dan penyewaan meski sebenarnya kedua kontrak tersebut terpisah dimana, kombinasi kedua kontrak ini pun tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dalam perniagaan islam. Namun, produk ini tetap mendapatkan kebolehan dalam prinsip syariah. Contoh lain, adalah Musharakah Mutanaqisoh, dimana produk ini menggabungkan Musharakah dan Ijarah, dimana nasabah dan pemilik modal bersinergi dalam untuk membeli suatu property dengan akad musyarakah melalui sistem penebusan dengan pemilik modal. Tujuan dari ini adalah guna menjembatani keinginan nasabah yang bermodal kecil dalam pembiayaan untuk memiliki property, dan keinginan investor untuk mendapat keuntungan dari dananya yang diputar.
Kepatuhan syariah vs produk berbasis syariah
Para investor muslim kini mulai sadar akan pentingnya prinsip syariah yang melekat pada suatu produk. Karena itu menyangkut, kehalalan atas perolehan keuntungan yang didapat. Namun, seringkali Ada beberapa kesulitan dalam mengidentifikasi secara teoritis antara konsep syariah dan produk kepatuhan syariah, berikut adalah perbedaannya :
1.      perspektif Asset
2.      inovasi produk
3.      distribusi keuntungan
Dalam konsep syariah, aset digunakan sebagai objek transaksi, tidak hanya sebagai saluran yang sekedar mengesahakan transaksi konvensional yaitu hutang, pendapatan, dll. Fungsi asset adalah adalah sebagai pengaman dan penjamin, dimana ia seluruh transaksi penjualan maupun pembiayaan harus berdasarkan pada asset. Prinsip kepatuhan syariah mengaharuskan atas kepemilikan pada asset yang menjamin. Asset yang dijadikan objek pun haruslah bersifat halal, atau yang tidak dilarang oleh syariat. Selain itu, prinsi bagi hasil merupakan sarana pendistribusian keuntunan dalam prinsip ekonomi islam, yang jelas berbeda dari riba atau bunga.
Sumber :
Arifin, M. & Mikail, S.A. 2013. A Critical Study on Shari‘ah Compliant and Shari‘ah Based Products in Islamic Banking Institutions. Journal of Islamic and Human Advanced Research, Vol. 3, Issue 4, April 2013, 168-189

admin : Fina

0 komentar :

Posting Komentar

 
Cool Blue Outer Glow Pointer