Muncul sebuah pertanyaan, apa sih bedanya
asuransi syariah dengan asuransi konvensional??
Sebuah pertanyaan yang tidak asing kita
dengar. Maka, untuk jawabnya pun sepertinya sudah tidak asing, karena sudah
sering diulang-ulang oleh dosen kita. Yang jelas letak perbedaannya bukan pada
"ketika masuk ruangan terlebih dahulu mengucapkan salam atau tidak, atau
ketika memulai aktivitasnya membaca basmalah atau tidak". Saya kira sudah
banyak literatur yang membahas tentang perbedannya. Di sini Habit Based
Education yang terdiri dari Hamzah, Budi, dan Een akan memaparkan hasil
presentasinya.
Mahadzir Ahmad, dalam artikelnya yang
berjudul Takaful Versus Insurance mengatakan bahwa Takaful sudah berjalan
selama 25 tahun berdiri pada tahun 1985 setelah undang-undang
Takaful pada tahun 1984 disahkan. Sedangkan Asuransi Konvensional
sudah berdiri sejak 100 tahun yang lalu, dalam arti Takaful atau
asuransi syariah lebih muda dibanding Asuransi konvensional.
Menurut Deputi Gubernur Bank Negara
Malaysia dalam pidatonya “Finanial Advisers Sminar on Reaping Opportunities as
Financial Advisers” yang diselenggarakan pada 18 Oktober tahun lalu
"tingkat penetrasi pasar pada tahun 2007, diukur dengan kebijakan yang
berlaku sebagai proporsi terhadap total penduduk, untuk takaful adalah 7,7%
sedangkan asuransi 40%. Meskipun asuransi konvensional lahir terlebih dahulu,
tapi perbedaan tingkat penetrasi nya cukup mencolok. Bahkan lebih, padahal
penduduk Malaysia hanya setengahnya yang beragama Islam"
Itu di Malaysia yang ummat islamnya hanya
setengah dari total penduduknya. Lalu bagaimana dengan indonesia yang hampir
80% penduduknya beragama islam??
Dengan adanya perbedaan penetrasi
tersebut, dan dengan periode yang ukup lama yaitu 25 tahun, Bukankah sudah
seharusnya ummat Islam berpindah pada takaful atau asuransi syariah?
Jawabannya, "ya seharusnya
sudah". Tapi pada kenyataannya jauh dari ideal.
Dalam artikel yang kami presentasikan pada
jumat pagi di ruang al-ghazali 2 yang merupakan terjemahan dari pada artikel
bapak Mahadzir Ahmad dikatakan bahwa ada tiga perbedaan fundamental antara
Takaful (asuransi syariah) dan Asuransi konvensional.
pertama, Polis
asuransi adalah kontrak penjualan antara perusahaan asuransi dan pemegang
polis. Premi yang dibayarkan adalah sebesar harga cakupan untuk uang
pertanggungan. Sedangkan pada. Ketika terjadi klaim dalam asuransi
konvensional, baru lah tertanggung akan mendapatkan kembali premi yang
dibayarkan. Tapi jika tidak terjadi klaim, maka dana tersebut sepenuhnya milik
perusahaan. Berbeda dengan asuransi syariah atau takaful yang premi nya dibagi
tiga porsi, porsi tabarru', porsi investasi, dan porsi ujroh atau fee untuk
perusahaan. Dana tabarru' tersebut akan diberikan kepada kita ketika kita
mengalami klaim. Namun jika tidak terjadi klaim pada periode tersebut maka
dihibahkan pada peserta asuransi yang mengalami klaim, dan kita sebagai peserta
akan mendapatkan bagian dari surplus underwriting dana tabarru' jika perusahaan
mengalami surplus. Dan sebaliknya, jika pada tahun tersebut kita sudah
mengalami klaim, maka kita tidak akan mendapatkan bagian dari surplus dana
tabarru' tersebut.
Kedua, Tidak ada nya persyaratan syariah-compliant yang
dikenakan pada perusahaan asuransi
sedangkan takaful harus mematuhi aturan yang
telah ditetapkan oleh syariah. Persyaratan tersebut meliputi keharusan
perusahaan asuransi memiliki departemen syariah. Perusahaan asuransi dan
takaful menggabungkan unsur tabungan dalam produk mereka dan melakukan
investasi atas nama klien. Karena perusahaan asuransi diperbolehkan untuk
berinvestasi di non-syariah sekuritas untuk menghasilkan keuntungan, namun pada
takaful atau asuransi syariah tidak diperbolehkan. Bahkan DSN MUI sudah
mencabut pernyataan "darurat" dalam menginvestasikan dana asuransi ke
non-Syariah. Pada saat umat Islam membeli polis asuransi dengan unsur tabungan,
umat islam harus Menghindari risiko yang mengandung riba, perjudian (
maisir), ketidakpastian, penipuan (gharar) dan kegiatan bisnis yang
melibatkan terlarang (haram) hal-hal seperti minuman keras, tembakau dan
pornografi.
ketiga, adanya elemen
ketidakpastian dan perjudian dalam asuransi konvensional. Contoh sederhananya
dalam kasus dimana pemegang polis yang ingin menyerahkan seluruh hidupnya dalam
dua tahun dari kontrak asuransi. Namun alam prakteknya, ia idak takan
mendapatkan apa-apa. Perlu menjadi catatan bahwa sebagian besar kontrak
asuransi saat ini tidak membawa nilai. Maka, ketika kontrak asuransi tersebut
legal menurut hukum perdata, hal tersebut tidak sesuai dengan aturan
syariah. Dalam arti gharar atau ketidakpastian hadir dalam asuransi
konvensional. Hal itu menyebabkan pemegang polis kehilangan premi nya selama
dua tahun. Hal tersebut juga dianggap sebagai perjudian karena kerugian yang
ditanggung oleh pemegang polis menjadi keuntungan bagi perusahaan asuransi.
Sementara Dalam Asuransi Syariah atau takaful, peserta akan mendapatkan kembali
semua kontribusi yang dibayarkan ke peruasahaan, dari premi yang dia bayarkan
ditambah dengan hasil investasinya.
Ulama Islam secara global telah memutuskan
bahwa asuransi seperti yang dilakukan oleh asuransi konvensional tidak sesuai
dengan syariah. Karena dalam prakteknya mengandung unsur riba, maisir dan
gharar.
Banyak lembaga yang ideal yang ingin
memberikan kontribusi besar terhadap masayarakt, namun substansi dari prinsip
dan praktik yang ada pada lembaga tersebut tidak tersampaikan. Sehingga perlu
jadi catatan bahwa memperhatikan perbedaan prinsip dan praktik yang ada pada
asuransi syariah dan asuransi konvensional adalah penting. Karena manakala
seorang muslim bisa membedakan prinsip dan praktik tersebut, secara tidak
langsung Ia sedang membedakan antara syurga dan neraka. Perbedaan prinsip dan
praktik tersebut merupakan aturan yang telah ditetapkan syariah yang merupakan jalan
hidup seorang muslim.
Diposting oleh: Een Nurhasanah ( Jumat, 19 April 2013)
ayooo mas budi, bang fuad posting yang banyak,,,kalo bisa setiap detik..hehe
BalasHapusayooo mas budi, bang fuad posting yang banyak,,,kalo bisa setiap detik..hehe
BalasHapus